REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Banyak orang menyambut dengan sukacita Piala Dunia Qatar 2022 yang melibatkan 32 negara ini. Setiap penggemar sepak bola telah memiliki negara jagoannya dan berharap tim idola memenangkan turnamen.

Selain riuh sukacita penggemar menonton perhelatan ini, satu hal yang biasa meramaikan turnamen sepak bola adalah taruhan yang dilakukan.

Entah bertaruh skor, bertaruh pemenang pertandingan dan lainnya. Bagaimana hukum Islam terkait taruhan dalam sepak bola? Apakah taruhan dalam sepak bola sama dengan judi?

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Sholahuddin Al Aiyub, mengatakan, Piala Dunia merupakan momen positif yang harusnya diambil setiap nilai baiknya. Bukan menjadi ajang untuk taruhan yang serupa hukumnya dengan judi yang dilarang Islam.

"Dalam taruhan ada untung-untungan di situ. Kalau dari aspek Islam terkait dengan masalah pendapatan itu kan harus ada underlying yang jelas. Jika tidak jelas yang bersifat untung-untungan, spekulatif seperti itu tidak dibenarkan secara Islam," kata Kiai Sholahuddin kepada Republika.co.id, Jumat (25/11/2022).

"Kemudian salah satu pihak pasti ada yang dirugikan, meskipun misalnya nilainya tidak besar tapi kalau kategorinya adalah transaksi untung-untungan yang bersifat gambling itu termasuk judi," tambahnya.

Menurutnya, praktik ini sudah seharusnya ditinggalkan seorang Muslim. Karena judi akan merusak mental Muslim yang membuat seseorang berangan-angan mendapat suatu hasil besar tanpa susah payah.

Aspek untung-untungan dalam taruhan ini juga merupakan transaksi yang dilarang.

Dia menekankan, taruhan dalam sepak bola dilarang bagi Muslim berapapun jumlahnya. Sehingga umat diharapkan untuk menghentikan perilaku ini.

"Kalau sudah ada yang mulai, jangan dilanjutkan. Kalau sudah terlanjur menang, uangnya dipakai untuk mashalihil amal (amal untuk maslahat banyak orang) seperti bangun jalan. Tapi ini bukan berarti boleh taruhan ya,"katanya.

"Mungkin sebagian orang ada yang taruhan untuk asik-asik saja, tapi itu tetap tidak boleh. Menurut Anda asik-asik tapi kan orang lain memang berharap (menang taruhan)," tambahnya.

Pandemi covid-19 yang mulai ramai di Indonesia Maret 2020 lalu, menyebabkan perubahan yang sanga signifikan pada tatanan kehidupan masyarakat. Pasalnya bukan hanya berdampak pada angka kesehatan tetapi tentu juga sangat berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat. Perekonomian di masa pandemi menjadi sesuatu yang sangat diperhatikan oleh pemerintah pula. Sepanjang April hingga Desember 2020, program bantuan sembako atau Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) sudah terealisasi mencapai 97,59 persen atau setara dengan Rp 41,56 triliun dari target Rp 42,59 triliun. Ini merupakan angka yang sangat fantastis sekali yang pernah dikeluarkan oleh pemerintah secara Cuma-Cuma.

Dampak perekonomian yang di alami ini, ternyata tidak semua masyarakat merasakannya. Pasalnya bagi keluarga dengan perekonomian menengah keatas, pandemik ini justru digunakan sebagai ajang untuk mencari peluang bisnis dan menimbun kekayaan. Bagi mereka yang pintar memanfaatkannya, situasi ini justru menjadi peluang usaha yang besar. Di Era Industri 4.0 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi semakin berkembang pesat. Digitalisasi semakin maju, bahkan seluruh pembayaran maupun kegiatan-kegiatan masyarakat semakin bergeser kearah yang serba digital.

Salah satu cara menyimpan uang di masa pandemik yang sedang ramai diperbincangkan adalah dengan metode mengikuti arisan online. Di Indonesia, arisan merupakan fenomena sosial yang terjadi diberbagai daerah. Sampai saat ini arisan telah menjadi kegiatan masyarakat,misalnya di instansi pemerintah, perusahaan, rukun tetangga, sekolah, bahkan tempat ibadah. Sebagai kegiatan sosial, sebagian masyarakat menganggap bahwa arisan berfungsi sebagai media daya tarik untuk saling kunjung, saling kenal, saling memberi dan membutuhkan, serta sebagai media kerukunan. Sedangkan sebagai kegiatan ekonomi, arisan menyerupai koperasi karena dana berasal dari anggota arisan dan disalurkan untuk kepentingan anggota itu sendiri. Dan pada dasarnya, yang terjadi disini adalah hutang piutang.

Belakangan ini mulai ramai ada arisan online, yang mana arisan ini dibentuk oleh sekelompok orang yang saling mengenal atau tidak mengenal untuk melakukan kegiatan pengumpulan uang sebagaimana arisan secara langsung pada umumnya, namun memanfaatkan media elektronik sosial media untuk membentuk suatu perkumpulan ini. Mekanisme pelaksanaanya juga tidak jauh berbeda dengan arisan secara langsung. Setiap anggota dari arisan itu mempunyai dua peranan, yaitu sebagai kreditur sekaligus debitur.

Setiap yang ikut arisan ini akan dikenakan bayaran awal, denda, dan kurangnya silaturahmi dalam arisan ini dikarenakan ketidak adanya saling bertatap muka, hanya berinteraksi dengan sosial media saja. Bayaran awal pada arisan ini adalah diperuntukan oleh yang mengikuti arisan ini, yang dibuat oleh admin arisan itu sendiri. Bayaran awal di sini adalah uang muka, di mana yang mengikuti arisan ini harus membayar biaya awal (administrasi) yang telah ditentukan oleh admin arisan online tersebut.

Pengumpulan uang dalam arisan online dapat melalui media ATM ataupun E-commerce. Berbeda dengan arisan pada umumnya, yang berkumpul dan sebagai ajang untuk silahturahmi, arisan online ini hanya dilakukan dengan metode transfer antar bank sehingga para peserta arisan tidak perlu berkumpul di suatu tempat. Trobosan ini sangat bagus karena untuk menghin dari perkumpulan banyak orang yang mana melanggar protokol kesehatan selama pandemic covid yang tak kunjung usai.

Dalam ilmu hukum arisan online termasuk dalam jenis hutang piutang yang berarti terjadi perikatan atau perjanjian antara dua pihak atau lebih. Sehingga dasar hukum arisan online diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi:

“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.”

Namun tak dapat dipungkiri, dalam setiap kegiatan tentu saja terdapat resiko yang harus ditanggung oleh para pelaku ekonomi. Arisan online ini sangat berpotensi adanya tindak kejahatan berupa penipuan. Angka penipuan arisan online ini semakin meningkat setiap harinya. Maraknya media yang memberitakan tentang penipuan dalam arisan online, tak menyurutkan niat orang-orang untuk ikut dalam kegiatan ini. Tak tanggung-tanggung akibat arisan online ini tidak hanya angka jutaan saja, tetapi ada pula hingga mencapai milyaran rupiah. Jelas sekali ini sangat meresahkan dan juga termasuk dalam kegiatan penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi sebagai berikut:

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

Apabila terdapat kasus peserta arisan online yang abai akan kewajibannya, maka orang tersebut dianggap melakukan kegiatan wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata

“Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.”

Arisan online yang tadinya diharapkan dapat menjadi wadah untuk menabung uang dan mengunduh dikemudian hari, ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kegiatan ini justru menjadi malapetaka bagi sebagian orang yang mengalami kasus demikian. Selain itu, dalam beberapa kasus antara owner dan anggota arisan tidak saling mengenal bahkan tidak pernah bertemu. Ini akan semakin memperparah situasi apabila nantinya terjadi suatu kasus atau hal-hal lainnya, karena jika terjadi masalah hanya bisa menghubungi secara online mengingat tidak tau tempat kediaman dan lain-lain.

Oase.id - Dalam Islam, menemukan uang atau barang di jalan (luqatah) memiliki aturan yang jelas yang harus diikuti. Secara umum, Islam mengajarkan bahwa harta yang ditemukan bukanlah milik si penemu, tetapi tetap milik pemilik aslinya. Maka, ada kewajiban tertentu bagi orang yang menemukan harta tersebut sebelum ia bisa menggunakannya.

Berikut adalah penjelasan lengkap tentang hukum menemukan uang di jalan menurut Islam beserta dalilnya:

Kewajiban Mengumumkan Barang Temuan Jika seseorang menemukan uang atau barang di jalan, ia wajib mengumumkannya dalam waktu tertentu agar pemiliknya bisa mengambil kembali barang tersebut.

Dalam hadits Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dijelaskan:

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

"Kenalilah tali pengikatnya dan tempat menyimpannya, lalu umumkan selama satu tahun. Jika pemiliknya datang (untuk mengambilnya), maka berikanlah. Jika tidak, maka manfaatkanlah, dan barang itu tetap menjadi barang titipan di tanganmu, kapan saja pemiliknya datang, maka serahkan kepadanya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menegaskan bahwa seseorang yang menemukan barang harus mengumumkan barang tersebut selama satu tahun, dan bila pemiliknya tidak datang, si penemu boleh menggunakan barang tersebut, namun tetap bertanggung jawab untuk menyerahkannya jika pemilik asli datang.

Barang yang Nilainya Kecil Jika barang yang ditemukan bernilai kecil, yang biasanya tidak dicari oleh pemiliknya, maka penemu boleh langsung mengambilnya tanpa harus mengumumkannya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam ditanya mengenai hal ini:

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

"Ya’ni shibrul misak (tali kecil atau benda yang kecil yang biasa ditemukan), maka jika barang yang ditemukan tidak memiliki nilai yang besar dan biasanya tidak dicari oleh pemiliknya, maka boleh diambil." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Barang Temuan di Tempat yang Dikhawatirkan Hilang Jika seseorang menemukan barang di tempat yang berisiko hilang atau rusak, dan ia merasa pemiliknya sulit mencarinya, maka ia boleh mengambilnya untuk diselamatkan. Namun, penemu tetap harus berniat untuk mengembalikan kepada pemilik jika ia datang.

Penggunaan Barang Temuan Jika Pemilik Tidak Ditemukan

Setelah satu tahun dan barang masih belum ditemukan pemiliknya, si penemu boleh menggunakan barang tersebut. Namun, apabila di kemudian hari pemiliknya datang, barang tersebut harus tetap dikembalikan.

Dalil Lain yang Menegaskan Prinsip Ini Ada juga hadits lain yang menegaskan pentingnya mengembalikan barang temuan kepada pemiliknya jika pemiliknya datang:

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

"Siapa yang menemukan barang temuan, maka hendaknya dia mengumumkannya selama satu tahun. Jika pemiliknya datang, maka berikan kepadanya. Jika tidak, barang itu menjadi miliknya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Kesimpulannya, hukum menemukan uang atau barang di jalan dalam Islam mengajarkan untuk:

Mengumumkan barang tersebut selama satu tahun agar pemiliknya dapat mengambilnya.

Jika barang bernilai kecil, penemu boleh langsung mengambilnya.

Jika setelah setahun pemiliknya tidak datang, penemu boleh menggunakan barang tersebut, namun harus mengembalikannya jika suatu saat pemiliknya datang.

Ajaran ini bertujuan untuk menjaga hak-hak pemilik barang dan mendorong sikap jujur dan bertanggung jawab bagi orang yang menemukan harta atau barang di jalan.

JAKARTA - Agama Islam tegas melarang umatnya berjudi, termasuk judi online. Lalu, bagaimana dengan influencer yang mempromosikan situs judi online?

Di tengah maraknya era digital saat ini, influencer memiliki peran untuk memberikan pengaruhnya kepada para pengikutnya atau netizen di media sosial. Lalu bagaimana jika mereka mempromosikan judi online?

Sebelum menjawab hal itu, ada baiknya menyimak kembali soal judi haram hukumnya karena punya dampak negatif yang merugikan. Allah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 90: Artinya, Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah termasuk perbuatan keji dari perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung. (QS. Al-Maidah: 90)

Melansir laman NU.or.id, Kamis (14/11/2024), syariat Islam juga melarang segala bentuk tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 2:

Artinya: "Dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaan-Nya." (QS Al-Maidah: 2)

Ayat ini menjadi dasar bahwa mempromosikan hal-hal yang diharamkan, termasuk judi, adalah tindakan terlarang karena berarti membantu orang lain dalam melakukan dosa. Dengan influencer mempromosikan judi online kepada para pengikutnya, bisnis judi semakin marak dan merajalela.

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Artikel di bawah ini ada pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Dimas Hutomo, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 28 Juni 2019.

Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Pasal Perjudian dalam KUHP dan UU 1/2023

Pada dasarnya, tindak pidana perjudian diatur dalam Pasal 303 dan Pasal 303 bis KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, juga dalam Pasal 426 dan Pasal 427 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu tahun 2026.

Setiap Orang yang menggunakan kesempatan main judi yang diadakan tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta[3].

Berdasarkan bunyi pasal perjudian dalam KUHP di atas, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, orang yang mengadakan main judi dihukum menurut Pasal 303 KUHP, sementara orang yang ikut pada permainan judi dikenakan hukuman menurut Pasal 303 bis KUHP (hal. 222).

Masih bersumber dari buku yang sama, R. Soesilo menjelaskan bahwa yang menjadi objek di pasal perjudian ialah permainan judi/hazardspel. Namun, bukan semua permainan masuk hazardspel. Yang diartikan hazardspel yaitu tiap-tiap permainan yang mendasarkan pengharapan buat menang pada umumnya bergantung kepada untung-untungan saja, dan kalau pengharapan itu jadi bertambah besar, hai ini karena kepintaran dan kebiasaan pemain. Lalu, yang juga termasuk main judi/hazardspel ialah pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain itu, demikian juga segala pertaruhan yang lain-lain.

Contoh hazardspel misalnya main dadu, main selikuran, main jemeh, kodok-ulo, roulette, bakarat, kemping keles, kocok, keplek, tombola, dan lain-lain. Selain itu, pertandingan sepak bola dan totalisator pada pacuan kuda juga termasuk judi.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan "izin" dalam Pasal 426 ayat (1) UU 1/2023 adalah izin yang ditetapkan oleh pemerintah dengan memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat.[4]

Kemudian, dari bunyi pasal perjudian dalam UU 1/2023, dapat kami simpulkan bahwa orang yang mengadakan main judi dihukum menurut Pasal 426 UU 1/2023, sementara orang yang ikut pada permainan judi dihukum menurut Pasal 427 UU 1/2023.

Berdasarkan penjelasan di atas, memang sepak bola pada umumnya soal menang kalah, tapi apabila taruhannya mengenai kapan terjadi lemparan bebas, kapan bola keluar lapangan, dan di dalamnya terdapat unsur untung-untungan maka menurut hemat kami hal itu termasuk tindak pidana perjudian. Kemudian, meskipun uang yang dipertaruhkan hanya puluhan ribu, tapi jika memenuhi unsur perjudian sebagaimana dijelaskan di atas, maka termasuk tindak pidana perjudian.

Baca juga: Ini Bunyi Pasal 303 KUHP tentang Perjudian

Lalu, dalam hal judi Piala Eropa 2024 dilakukan secara online, apa sanksi hukumnya?

Hukumnya Judi Bola Online

Menjawab pertanyaan Anda, pada dasarnya, judi online adalah perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27 ayat (2) UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE, yang berbunyi sebagai berikut:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.

Adapun yang dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) UU 1/2024 di atas mengacu pada ketentuan perjudian dalam hal menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi, menjadikannya sebagai mata pencaharian, menawarkan atau memberikan kesempatan kepada umum untuk bermain judi, dan turut serta dalam perusahaan untuk itu.[5]

Lalu, orang yang melanggar ketentuan Pasal 27 ayat (2) UU 1/2024 berpotensi dipidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp10 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (3) UU 1/2024.

Penjelasan selengkapnya mengenai pasal judi online, dapat Anda baca dalam artikel Bunyi Pasal 27 Ayat (2) UU ITE 2024 tentang Judi Online.

Sebagai contoh kasus, dapat kita lihat contoh kasus pada Putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi Nomor 399/Pid.B/2019/PN Byw. Di mana terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana “mempergunakan kesempatan main judi yang diadakan dengan melanggar Pasal 303 KUHP” sebagaimana diatur pada Pasal 303 bis (1) ke-1 KUHP.

Perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara menawarkan judi kepada para penonton sepak bola. Taruhan dilakukan dengan ketentuan apabila bola meninggalkan lapangan melalui sisi barat maka terdakwa mendapat uang sebesar Rp20 ribu dari penonton, lalu jika bola meninggalkan lapangan melalui sisi timur maka terdakwa membayar uang sebesar Rp20 ribu kepada penonton. Akibat perbuatannya, terdakwa dihukum pidana penjara selama 3 (tiga) bulan dan 10 (sepuluh) hari.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi Nomor 399/Pid.B/2019/PN Byw.

R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991.

[2] Pasal 79 ayat (1) huruf f UU 1/2023

[3] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023

[4] Penjelasan Pasal 426 ayat (1) UU 1/2023

Zina menurut hukum, khususnya yang dimaksud dalam

(“KUHP”) adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya. Perbuatan zina ini diatur dalam Pasal 284 KUHP.

Soal dua ‘sejoli’ ketahuan melakukan hubungan intim di luar perkawinan, jika dua sejoli yang Anda maksud adalah pasangan yang kedua atau salah satunya belum terikat perkawinan, maka tidak dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 284 KUHP.

Lalu bagaimana jika warga kampung ‘main hakim sendiri’ dengan mengarak dua sejoli tersebut dalam keadaan telanjang? Dapatkah dua sejoli itu menuntut atas perlakuan warga?

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Sebelumnya, kami asumsikan kedua sejoli yang Anda maksud telah dewasa, yakni usianya telah mencapai 18 tahun dan melakukannya atas dasar suka sama suka.

yang kami akses melalui laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

mengiringkan (mengantarkan, membawa berkeliling, dan sebagainya) beramai-ramai.

perbuatan bersanggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan); fornikasi

perbuatan bersanggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya

yang terdapat pada hukum pidana, hal ini diatur dalam

Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:

seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,

seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,

seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;

seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.

Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.

Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.

Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.

Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.

R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 209) berpendapat zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya. Supaya masuk pasal ini, maka persetubuhan itu harus dilakukan dengan suka sama suka, tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak.

Jika Ketahuan Berhubungan Intim di Luar Perkawinan

Berdasarkan pertanyaan Anda yang menyatakan dua ‘sejoli’ ketahuan melakukan hubungan intim di luar perkawinan, jika dua sejoli yang Anda maksud adalah pasangan yang kedua atau salah satunya belum terikat perkawinan, maka tidak dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 284 KUHP.

Jadi Pasal 284 KUHP tentang perzinaan ini hanya dapat dikenakan pada dua ‘sejoli’ yang kedua atau salah satunya telah terikat perkawinan. Berhubungan seks di luar perkawinan tentunya bertentangan dengan nilai-nilai moral yang dianut di dalam masyarakat, namun sepanjang penelusuran kami belum ada pasal yang dapat menjerat perilaku ini sepanjang dilakukan oleh kedua orang dewasa atas dasar suka sama suka.

Namun jika melakukan hubungan intim yang dilakukan oleh orang yang belum kawin atas dasar suka sama suka dilakukan di muka umum, maka dapat dipidana berdasarkan:

Pasal 281 angka 1 KUHP

Menurut R. Soesilo (hal. 205) supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka orang itu harus:

Sengaja merusak kesopanan di muka umum, artinya perbuatan merusak kesopanan itu harus sengaja dilakukan di tempat yang dapat dilihat atau didatangi orang banyak, misalnya di pinggir jalan, di gedung bioskop, di pasar, dan lain-lain.

Sengaja merusak kesopanan di muka orang lain (seseorang sudah cukup umur) yang hadir di situ tidak dengan kemauannya sendiri, maksudnya tidak perlu di muka umum, di muka seseorang lain sudah cukup, asal orang ini tidak menghendaki perbuatan itu.

Lebih lanjut R. Soesilo menjelaskan, meskipun perbuatan tersebut tidak dilakukan di muka umum, perbuatan tersebut dapat dihukum asal itu terjadi di hadapan orang lain yang kebetulan berada di tempat itu yang telah datang dengan tidak bermaksud khusus untuk melihat perbuatan itu.

Maka terhadap peristiwa hubungan intim yang dilakukan pasangan tanpa ikatan perkawinan jika tertangkap tangan sedang melakukan perbuatan yang dilarang tersebut di muka umum, maka dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 281 angka 1 KUHP apabila memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam pasal tersebut.

Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.

Masyarakat memiliki hak untuk melakukan penangkapan dalam hal tertangkap tangan yang disebutkan dalam Pasal 111 ayat (1) KUHAP:

Dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak, sedangkan setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketenteraman dan keamanan umum wajib, menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik.

Terkait pasal ini, Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan  (hal. 122) menjelaskan bahwa setiap orang berhak untuk menangkapnya, tidak terkecuali siapapun berhak untuk menangkap orang yang sedang tertangkap tangan melakukan tindak pidana. Berarti, orang yang melihat atau memergokinya boleh menggunakan haknya untuk menangkap, boleh tidak.

Memang dalam praktiknya masyarakat tidak mengetahui secara rinci istilah zina menurut hukum karena memang apa yang dipandang oleh masyarakat adalah zina secara umum, yang jelas melanggar norma kesusilaan dan agama yang ada di kehidupan masyarakat Indonesia.

Terhadap peristiwa tertangkap tangan sah-sah saja dilakukan proses hukum, karena pada akhirnya setelah menerima penyerahan tersangka karena tertangkap tangan oleh masyarakat, penyelidik atau penyidik wajib segera melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan.

Hukumnya Mengarak Pasangan Mesum dalam Keadaan Telanjang

Setelah dilakukan tindakan tertangkap tangan, seharusnya masyarakat yang melakukan tindakan penangkapan, memperlakukan tersangka dengan perbuatan yang tidak melanggar hukum dan menyerahkan pelaku untuk diproses secara hukum, bukan malah bertindak sendiri (main hakim sendiri).

Jika masyarakat main hakim sendiri dengan mengarak pasangan mesum tersebut dalam keadaan telanjang keliling kampung, maka menurut hemat kami, kedua sejoli tersebut yang merasa dirugikan dapat melaporkan tindakan yang dilakukan masyarakat berdasarkan

Pasal 10 UU Pornografi:

Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.

Pasal 36 UU Pornografi:

Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Berdasarkan UU Pornografi di atas, menurut hemat kami tindakan mengarak tersangka dalam keadaan telanjang termasuk ke dalam perbuatan pornografi yang dapat diancam pidana.

Kami sarankan agar warga kampung hendaknya menyerahkan pelaku kepada pihak berwajib untuk diproses hukum, karena memang hak setiap orang dalam hal menangkap tangan pelaku tindak pidana adalah menyerahkannya kepada pihak berwajib sebagaimana yang kami jelaskan di atas, bukan justru main hakim sendiri dengan mengaraknya keliling kampung.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

M. Yahya Harahap. 2016. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan. Sinar Grafika.

R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia – Bogor.

Pasal 111 ayat (2) KUHAP

JAKARTA - Agama Islam tegas melarang umatnya berjudi, termasuk judi online. Lalu, bagaimana dengan influencer yang mempromosikan situs judi online?

Di tengah maraknya era digital saat ini, influencer memiliki peran untuk memberikan pengaruhnya kepada para pengikutnya atau netizen di media sosial. Lalu bagaimana jika mereka mempromosikan judi online?

Sebelum menjawab hal itu, ada baiknya menyimak kembali soal judi haram hukumnya karena punya dampak negatif yang merugikan. Allah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 90: یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوۤا۟ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَیۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَـٰمُ رِجۡسࣱ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّیۡطَـٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah termasuk perbuatan keji dari perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung.” (QS. Al-Maidah: 90)

Melansir laman NU.or.id, Kamis (14/11/2024), syariat Islam juga melarang segala bentuk tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 2:

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَ ٰ⁠نِ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِیدُ ٱلۡعِقَابِ

Artinya: "Dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaan-Nya." (QS Al-Maidah: 2)

Ayat ini menjadi dasar bahwa mempromosikan hal-hal yang diharamkan, termasuk judi, adalah tindakan terlarang karena berarti membantu orang lain dalam melakukan dosa. Dengan influencer mempromosikan judi online kepada para pengikutnya, bisnis judi semakin marak dan merajalela.

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Dosa Mengajak dalam Keburukan

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw menjelaskan, siapa pun yang mengajak pada kesesatan akan menanggung dosa dari setiap orang yang mengikutinya. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ دَعَا إِلَىٰ هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَىٰ ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

Artinya: “Barang siapa yang mengajak kepada hidayah, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikit pun dari pahala mereka. Dan barang siapa yang mengajak kepada kesesatan, maka ia mendapatkan dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikit pun dari dosa mereka.” (HR. Muslim)

Dalam hadits ini dijelaskan dosa seseorang yang mengajak pada perbuatan buruk akan terus mengalir selama orang-orang yang diajak masih melakukannya.

Menurut Ibnu Daqiq al-‘Id, seruan kepada kesesatan tidak hanya berlaku pada ajakan langsung, tetapi juga termasuk tindakan apa saja yang mendukung atau memperkuat kesesatan itu, seperti menyebarkan keraguan atau memaparkan argumen yang mengaburkan kebenaran.

Ini juga berlaku bagi mereka yang memengaruhi (influence) orang lain untuk menyimpang dari kebenaran, baik melalui perkataan, tulisan, atau tindakan yang memberikan kesan positif terhadap kesalahan termasuk judi online. Ibnu Daqiq menyebutkan dalam Syarhul Ilmam bi Ahaditsil Ahkam (Suriah, Darun Nawadir, 1430: II/ 272): ومن دعا إلى ضلالة، ولا يتوقف ذلك على الدعاء حقيقةً، بل [تقريره] وإقامةِ الدليل عليه إن كان حقًا، وإقامةِ الشبهة فيه إن كان باطلًا؛ كالدعاء في ترتيب الثواب والعقاب، والله أعلم.

Artinya, "Barang siapa yang menyeru kepada kesesatan, maka tidak terbatas pada seruan secara harfiah, melainkan juga dengan menguatkannya (yaitu, mendukungnya) dan menetapkan dalil atasnya jika ia benar, serta menimbulkan kerancuan padanya jika ia batil, seperti halnya seruan dalam menetapkan pahala dan siksa. Dan Allah Maha Mengetahui."

Dengan demikian, menggunakan pengaruh (influence) untuk mempromosikan tindakan atau pemikiran yang salah dalam agama dianggap haram.

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari